SELAMAT DATANG !

Sukses Buat Kita!!

Minggu, 02 Desember 2012

Gunung Krakatau


ump color
 














“ Gempa Vulkanik Krakatau  “



Disusun oleh :

Aulia Azam ( 0903010018 )

http://indocropcircles.files.wordpress.com/2011/12/krakatau-original.jpg?w=488&h=368



PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012
KATA PENGANTAR

ﻪﻴﮑﺮﺒﻮ ﷲا ﺔﻤﺤﺮﻮ مﮐﻳﻠﻋ مﻼﺳﻠا

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kebaikan-Nya penyusun dapat menyelesaikan Tugas Teknik Gempa ini dengan baik. Tugas tersebut disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teknik Gempa di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Dalam penyusunan Tugas ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Allah S.W.T
2.      Juanita, S.T. M.T., Ketua Kaprodi yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahannya dalam penyusunan Tugas ini.
3.      Ir. Amris Azizi yang telah banyak membimbing penyusun dan juga arahannya  dalam menyusun Tugas ini.
4.      Orang tua, adik-adik penyusun yang senantiasa menyalurkan semangat dan kasih penyusunng yang tiada henti kepada penyusun.
5.      Teman-teman angkatan 2009 atas kebersamaan dan dukungannya selama penyusun menyelesaikan Tugas ini.

            Penyusun menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran agar penyusun dapat melakukan perbaikan terhadap tugas Teknik Gempa yang disusun ini. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat. Amiin.

ﻪﻴﮑﺮﺒﻮ ﷲا ﺔﻤﺤﺮﻮ مﮐﻳﻠﻋ مﻼﺳﻠا


Purwokerto, 30 Oktober  2012


                 Aulia Azam



DAFTAR ISI
Halaman judul ……………………………..………………………..………….……………1
Kata pengantar …………..………..…………..…………..…………………..…………….2
Daftar isi …………..………..…………..…………..…………..………………..…………..3

Bab 1
 Pengertian Gempa Vulkanik …………..…………………..…………………………………4
Bab ii
Gempa Vulkanik Krakatau……….…………………………………………….…………….8
Bab iv
Pengolahan Data Dan Pembahasan…………………………………………………………..15
Bab v-----
Kesimpulan …………..…………..………..…………..…………..……….……….……….19
Saran …………..…………..………..…………..…………..…………..….…………….….19
Daftar Pustaka …………..…………..………..…………..…………..………..………...…20
Lampiran …………..…………..………..…………..…………..…………..…..…………..21




















B A B I
PENDAHULUAN

  1. Pengertian Gempa Vulkanik

            Sesuai dengan namanya gempa vulkanik atau gempa gunung api merupakan peristiwa gempa bumi yang disebabkan oleh tekanan magma dalam gunung berapi. Gempa ini dapat terjadi sebelum dan saat letusan gunung api. Getarannya kadang-kadang dapat dirasakan oleh manusia dan hewan sekitar gunung berapi itu berada. Perkiraaan meletusnya gunung berapi salah satunya ditandai dengan sering terjadinya getaran-getaran gempa vulkanik.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdEbkIK5L-_CV8F8Yly-vVqzY07ZaoA1X_MW_MjmPG6YL-1EG85UJ8K-nlia30nN5cwG7E4tiMgpdltXUuRKxbIiKwqIRBnB7f3xGGpPHW0qZ0UuTWoaBNM81QitpnPtvK6V18P7tohj4w/s400/gunung+merapi.png
Ada dua katagori gempa yang terjadi pada gunung api :
  • Gempa vulkano-tektonik terjadi akibat perubahan tekanan pada batuan padat yang oleh injeksi atau tarikan magma (Chouet, 1993). Gempa jenis ini dapat menimbulkan tanah longsor dan retakan tanah yang luas. Gempa ini dapat terjadi karena batuan bergerak untuk mengisi ruang-ruang dimana magma sudah kosong. Gempa vulkano-tektonik bukan merupakan gejala gunung api akan meletus tapi dapat terjadi sewaktu-waktu.
  • Gempa periode panjang ditimbulkan oleh injeksi magma ke dalam batuan di sekitarnya, sehingga timbul tekanan terhadap batuan yang pada akhirnya timbul gempa. Keaktifan gempa tipe ini menandakan bahwa gunung api akan meletus. Para ahli menggunakan seismograf untuk mencatat signal dari gempa-gempa yang disebut dengan tremor (getaran frekuensi tinggi ) (Chouet, 1993).
  1. Proses Terjadinya Gempa Vulkanik

            Gempa bumi vulkanik terjadi karena adanya proses dinamik dari magma dan cairan yang bersifat hidrotermal (peka terhadap panas), sehingga dapat dipakai sebagai tanda-tanda awal peningkatan keaktifan gunung api. Proses fluida (cairan) dinamis yang terjadi karena adanya gradien suhu dan tekanan magma dapat menimbulkan gelombang gempa yang berasal dari proses resonansi retakan yang terisi cairan magma. Frekuensi gempa vulkanik yang dominan berkisar antara 1 sampai 5 Hz, selain frekuensi rendah lainnya.

Gempa vulkanik sebenarnya terdiri atas beberapa tipe seperti pada tabel di bawah ini :
Tipe Gempa
Keterangan
Frekuensi Tinggi
Frekuensi dominant berkisar antara 5-15 Hz. Disebabkan oleh sesar atau mendatar
Frekuensi Rendah
Frekuensi dominant antara 1-5 Hz. Peneyebab karena proses tekanan cairan (fluida)
Multifase
Mengandung frekuensi rendah dan tinggi yang merupakan proses kombinasi
Ledakan
Disebabkan oleh letusan yang sifatnya explosive. Sinyal mengandung gelombang udara juga gelombang tanah.
Tremor
Tremor adalah sinyal yang kontinyu dengan durasi menit sampai beberapa hari. Frekuensi dominant 1-5 Hz
Periode Sangat Panjang
Periodenya dari 3 sampai 20 detik yang disertai dengan letusan gas belerang
Dangkal
Proses bukan vulkanik yang dapat menimbulkan gelombang gempa. Contoh, gerakan salju,.


Karakteristik Gempa Vulkanik

Gempa vulkanik biasanya terjadi di daerah sekitar gunung api dan magnitudenya pada umumnya kecil rata rata kurang dari 5 Skala Richter. Gempa vulkanik dengan magnitude 5-6 sangat jarang terjadi. Kedalaman gempa vulkanik berkisar antara 0-40 km.



Alat Rekam Gempa Vulkanik

Alat untuk merekam tinggi-rendahnya getaran gempa namanya seismograf.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBL7u9zh1mXLTQTfsSqPMrMdapPhV_o9KHrdOi0BwxrI0-R096zKVrc0VkcLn-KVcEPdjdekitgy1z9lvLlXKuR-askQl2B2FjOLUnOy85jP70ZXpLEzrfZLLryxrglyaKBPIOrnEvMGRF/s400/seismograf.png

C. Hubungan Gempa Vulkanik dan Gunung Api
            Sebelum terjadi letusan gunung api, kegiatan magma meningkat. Dengan peningkatan magma menyebabkan tekanan terhadap batuan di sekitar kantong magma yang menimbulkan getaran seismik. Dengan demikian bila gempa vulkanik meningkat dapat ditandai bahwa gunung api akan meletus,walaupun hubungan ini tidak selalu terjadi.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrGgPShCQ5T33TBX7R6kSP3gnRw6h9f6TwlGaSM7WHRu9nQHVNSpTPaQKi6LoF13-n3VTRpzYgrixPTpUIpTQyC4apxEuWAN8ucaANSHAO79j2ibjSz_2TLn-RCaLKv6txTHoLJiwoCklD/s400/Gunung+semeru.png

Beberapa Letusan Gunung Api yang disertai Gempa

Beberapa gunung api yang meletus biasanya diikuti dengan getaran gempa, baik sebelum maupun sesaat terjadi letusan gunung api, misalnya: Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Semeru di Jawa Timur. Di luar Indonesia juga terjadi gempa sewaktu letusan ,misalnya, Gunung St. Helen di Amerika.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlKyio4O47ucG6ymmzMI3abeS21UljSUhnnR-ynGEZdG43BS_lFjozkjyuj1o6ZTUDCgMn9miGEN6JI9fZUAcC_rwGLGKPV40plURBCq3PUJImjA7ADRZCwihsaK26juN2b5k8UIruaMyA/s400/image4.png
Gempa vulkanik yang terjadi karena peningkatan kegiatan gunung api ternyata tidak terlalu membahayakan karena kekuatannya tidak begitu besar. Selain itu gempa vulkanik dapat dijadikan salah satu tanda gejala suatu gunung api akan meletus walaupun tidak selalu terjadi hubungan seperti itu.




















B A B II
Gempa Vulkank Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/34/Sunda_strait_map_v3.png/250px-Sunda_strait_map_v3.png
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png
                                                     Gambar : Selat Sunda
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.
Gunung Krakatau Purba
            Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera
Krakatoa evolution map-fr.gif
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png
Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/67/Map_krakatau.gif/250px-Map_krakatau.gif
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png
Perkembangan Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Erupsi 1883
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.
 Anak Krakatau
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e8/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_Anak_Krakatau_TMnr_10027438.jpg/250px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_Anak_Krakatau_TMnr_10027438.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png
Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi Tropenmuseum.
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4a/Indonesia%2C_Sunda_Straits.jpg/250px-Indonesia%2C_Sunda_Straits.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png
Anak Krakatau, Februari 2008
Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. Anak Krakatau saat ini secara umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah gunung baru yang tumbuh pasca letusan sebelumnya.
http://4.bp.blogspot.com/-3wx8iLk7A-c/T8T5I_yahGI/AAAAAAAABE8/gH13M6HtS-Y/s320/krakatau%2Btsunami.png
Letusan gunung berapi Krakatau 1883 telah menghasilkan tsunami destruktif lebih tinggi dari 40 m pada pantai di Indonesia dan lebih dari 36 000 orang meninggal. Osilasi permukaan laut akibat letusan tersebut dilaporkan memiliki jarak yang signifikan di Samudera India, Atlantik dan Samudera Pasifik. Banyak bukti manifestasi dari Tsunami yang diakibatkan oleh letusan gunung Krakatau telah menjadi bahan diskusi intensif, dan beberapa diantaranya tidak terkait langsung dengan penjalaran gelombang tsunami yang diakibatkan oleh letusan gunung Krakatau.
Penyebaran gelombang tsunami yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi Krakatau ke seluruh dunia dipelajari dengan melakukan simulasi numerik menggunakan dua model konvensional yaitu metode ray tracing dan model linear shallow-water 2D. Hasil simulasi numerik telah dibandingkan dengan data yang tersedia tentang tsunami akibat letusan gunung Krakatau tersebut Sumber : B. H. Choi, E. Pelinovsky, K. O. Kim and J. S. Lee Natural Hazards and Earth System Sciences (2003) 3: 321–332 c European Geosciences Union 2003

 

BAB III

Penutup
Letusan Krakatau (1883) “Fenomena Warna di Langit Dunia”
1883_krakatau
            Selama lebih dari 3 tahun lamanya aerosol volkanik yang terjebak di stratosfer menyebabkan atmosfer berubah menghasilkan perubahan warna  matahari terbenam dan terbit, efek warna kebiruan-kehijauan dan fenomena halo pada matahari dan bulan di seluruh penjuru dunia.
            Letusan Krakatau pada 1883 berlangsung lebih dari sekali. Dimulai dari gempa volkanik yang berlangsung pada minggu pertama bulan Mei 1883 yang terasa di Jawa Barat. 20 Mei 1883 pukul 10.30 adalah dimulainya letusan Krakatau pertama kali yang disaksikan oleh kapal perang Jerman Elizabeth yang melintas di selat Sunda. Tercatat bahwa letusan tersebut menghasilkan awan debu volkanik hingga ketinggian 11 km dan terasa hingga Batavia (160 km dari Krakatau) dan pada pukul 14.00 di sekitar selat Sunda pemandangan menjadi gelap akibat letusan tersebut. Gempa volkanik dan letusan-letusan kecil terus terjadi pada bulan Mei dan Juni di tahun yang sama.
            Pada tanggal 26 Agustus 1883 Krakatau kembali meletus dan memuntahkan material piroklastik ke lautan di sekitarnya memicu terjadinya tsunami. Gelombang tsunami menyapu teluk Lampung, Teluk Betong, Caringin, Anyer dan Merak. Kapal Charles Bal berbendera Inggris yang melintas di Anyer pada tanggal 27 Agustus pagi melaporkan bahwa kondisi yang mengenaskan dengan rumah-rumah penduduk hancur, pohon-pohon tercabut dari akarnya dan mayat-mayat bergelimpangan akibat tersapu gelombang tsunami.
Pada tanggal 27 Agustus 1883 seri letusan Krakatau kembali terjadi. Tercatat setidaknya terjadi 4 kali letusan besar yang dimulai pada pukul 5.30 hingga 10.15 dan menghancurkan pulau Krakatau tersebut. Suara letusan terdengar hingga Australia, Filipina, Sri Lanka dan Pulau Rodriguez yang jaraknya 4.700 km dari Krakatau. Total debu volkanik dan piroklastik yang dimuntahkan oleh Krakatau sekitar 30 km3 menghasilkan indeks letusan (Volcanic Explosity Index) pada angka 6 yang berarti Sangat Besar. 2/3 dari pulau Krakatau runtuh dan segera setelahnya gelombang tsunami kembali terjadi menyapu sejauh 4 km di pantai Jawa dan Sumatera. Ketinggian gelombang tsunami mencapai 15 m – 40 m menghancurkan 165 kampung dan merusakkan 135 lainnya.
Tidak ada yang tahu secara pasti jumlah korban jiwa akibat letusan Krakatau baik secara langsung maupun tidak langsung. Data yang dikeluarkan oleh pihak Belanda mencatat 34.417 orang tewas, 90% dari korban tersebut meninggal akibat tsunami dan 10% lainnya akibat letusan langsung dari Krakatau. Gelombang tsunami juga meratakan semua sumber penghidupan masyarakat yaitu perkebunan dan persawahan.
Letusan Krakatau memuntahkan batuapung yang sangat melimpah hingga memenuhi selat Sunda dan Samudera Hindia. Empat minggu setelah letusan Krakatau, kapal-kapal yang melintas selat sunda dan Samudera Hindia selalu menemui kumpulan batuapung menghampar di lautan dan terkadang menemui mayat manusia atau hewan di atasnya.
Debu dari letusan Krakatau menyebar hingga 2.500 km terbawa angin segera setelah letusan terjadi. Partikel gas dan sulfur dioksida bergabung dengan hidrogen di stratosfer menghasilkan hujan asam sulfur. Aerosol yang dihasilkan juga menghalangi sinar matahari dan menurunkan suhu di 70% belahan dunia walaupun tidak seluas dari letusan Tambora (1815). Setidaknya 3 tahun lamanya langit dunia membiaskan warna yang tidak biasa dan adanya efek halo pada matahari dan bulan.
Empat puluh tahun setelah erupsi pada 29 Desember 1927, sejumlah nelayan terkejut dengan dengan kehadiran asap dan semburan gas di tengah laut pada lokasi erupsi Krakatau terdahulu. Seiring waktu, fenomena semburan asap dan gas itu berkembang menjadi sebuah gunungapi dengan ketinggian saati ini tercatat 180 m dan luas area 10 km2 yang diberinama Anak Krakatau. Anak Krakatau dinobatkan sebagai laboratorium alam menyediakan proses regenerasi biologi secara natural dari kepunahan Krakatau terdahulu.
Sumber tulisan : Volcanoes in Human History (2002)
Sumber gambar : http://fohn.net/biggest-tsunami/1883_krakatau.jpg

 Letusan Krakatau Tertulis di Kitab Ronggowarsito: Kitab Raja Purwa

“Seluruh dunia terguncang hebat, dan guntur menggelegar, diikuti hujan lebat dan badai, tetapi air hujan itu bukannya mematikan ledakan api ‘Gunung Kapi’ melainkan semakin mengobarkannya, suaranya mengerikan, akhirnya ‘Gunung Kapi’ dengan suara dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam ke bagian terdalam dari bumi”
*
Demikian sepenggal isi Kitab Raja Purwa yang dibuat pujangga Jawa dari Kesultanan Surakarta, Ronggowarsito. Salinan kitab itu masih tersimpan rapi di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Kitab itu diterbitkan tahun 1869 atau 14 tahun sebelum letusan Krakatau (Inggris: Krakatoa volcanoes) pada 27 Agustus 1883.
Penyebutan “Gunung Kapi” tak banyak dikenal pada periode itu sehingga tulisan Ronggowarsito membingungkan banyak kalangan. Namun, deskripsi berikutnya dalam buku itu semakin mirip dengan peristiwa tsunami saat Krakatau meletus pada 27 Agustus 1883:
“Air laut naik dan membanjiri daratan, negeri di timur Gunung Batuwara sampai Gunung Raja Basa dibanjiri oleh air laut; penduduk bagian utara negeri Sunda sampai Gunung Raja Basa tenggelam dan hanyut beserta semua harta milik mereka.”
Penggambaran Ronggowarsito ini mengusik kesadaran Gegar Prasetya, ahli tsunami dan kelautan. “Apakah tulisan Ronggowarsito ini semacam ramalan atas peristiwa akan datang (letusan Krakatau 1883) atau dia menggambarkan peristiwa letusan Krakatau di masa silam?” kata Gegar.
Mantan peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini menemukan naskah Ronggowarsito saat melakukan penelitian di perpustakaan Universitas Leiden (Belanda) untuk menyelesaikan program doktoral.
http://indocropcircles.files.wordpress.com/2011/12/old-painting-of-krakatoa-krakatau.jpg?w=450&h=216
Old painting of Krakatoa (Krakatau)
“Saya membaca buku Ronggowarsito yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Padahal, aslinya beraksara dan berbahasa Jawa. Sebagai keturunan Jawa, hal ini sebenarnya memalukan,” kata dia.
Dari catatan Ronggowarsito yang penuh misteri ini, akhirnya Gegar berkeyakinan bahwa Krakatau pernah meletus sebelum tahun 1883.
Apalagi di buku edisi kedua yang diterbitkan pada 1885 atau dua tahun setelah letusan Krakatau, Ronggowarsito menulis penanda tahun dan deskripsi lokasi Gunung Kapi yang bisa dipastikan adalah Krakatau,
” …di tahun Saka 338 (416 Masehi) sebuah bunyi menggelegar terdengar dari Gunung Batuwara yang dijawab dengan suara serupa yang datang dari Gunung Kapi yang terletak di sebelah barat Banten baru…”
Peta Terakhir Jelang Letusan Dahsyat Krakatau
Setelah 200 tahun tertidur, pada 19 Mei 1883, Batavia (Jakarta) dikejutkan dengan dentuman keras, melebihi bunyi meriam terkeras. Kaca-kaca jendela bergetar hebat bahkan jam dinding berhenti berdetak karena sapuan gelombang kejut. Abu dan batu apung berjatuhan di Selat Sunda, menggiring orang untuk melongok ke puncak Perbuatan, salah satu puncak di pulau gunung api Krakatau, yang tiba-tiba meletus.
Namun, setelah kegaduhan itu, Krakatau kembali tenang. Pulau dengan tiga kawah itu tidur tenang, dikitari laut biru yang dalam. Setelah hari keempat berlalu dengan damai, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Frederik s’Jacob menyimpulkan saat yang bagus untuk melihat Krakatau dari dekat, melihat apa yang terjadi, dan yang lebih penting lagi: untuk menyimpulkan apakah kejadian serupa bisa terulang kembali. Dia mengutus insinyur pertambangan, AL Schuurman, pergi ke sana.
Berbeda dengan kekhawatiran s’Jacob, perusahaan pelayaran The Netherlands Indies Steamship Company melihat Krakatau sebagai potensi besar untuk mendatangkan turis sehingga dengan sigap menyodorkan kapal wisata, Gouverneur-Generaal Loudon.
“Pada Sabtu, 26 Mei, perwakilan perusahaan menempelkan pengumuman di klub Harmonie dan Concordia, mengiklankan ‘wisata menyenangkan’ dan mengumumkan harga yang kompetitif sebesar hanya 25 guilder,” tulis Winchester.
Pada Minggu sore, kapal uap berbobot mati 1.239 ton itu terisi penuh dengan 86 penumpang dan Schuurman berada di antara mereka sebagai wakil dari pemerintah. Setelah berlayar semalaman, kapten Loudon, TH Lindeman, membuang sauh jauh dari pulau itu. Dia meminjamkan perahu kepada Schuurman. Ditemani beberapa orang yang berani dan penuh rasa ingin tahu, Schuurman mendekati pulau dengan susah payah.
“Dengan mengikuti jejak orang yang paling berani atau mungkin yang paling tolol, kami mendaki lebih jauh tanpa halangan apa pun selain abu yang ambles di bawah kaki kami. Jalannya berada di atas bukit dari mana kami bisa melihat beberapa pokok pohon yang patah mencuat dari lapisan abu, beberapa tonggak menunjukkan bahwa cabang-cabangnya direnggut dengan paksa,” tulis Schuurman.
Kelompok kecil ini terus merangsek naik dengan nekad hingga mendekati dasar kawah, yang menurut Schuurman tertutup oleh “kerak buram berkilat-kilat,” yang kadang-kadang membara merah dan mengeluarkan ”gulungan asap dalam gelembung-gelembung raksasa yang banyak tetapi rapat”. Schuurman akhirnya kembali ke Loudon setelah Lindeman berkali-kali membunyikan klakson.
http://indocropcircles.files.wordpress.com/2011/12/krakatau-original.jpg?w=488&h=368
Pulau “gunung” Krakatau sebelum meletus
            Dua bulan kemudian Krakatau berangsur dilupakan. Hingga pada 11 Agustus, kapten angkatan darat Belanda, HJG Ferzenaar, diperintahkan menyurvei Krakatau untuk kepentingan topografi militer. Dia melewatkan dua hari di sana dan mencatat ada 14 lubang semburan di atas pulau itu. Ia membuat peta pulau itu secara detial, termasuk titik-titik berwarna merah yang menjadi pusat semburan.
            Dia memberi catatan bahwa survei yang lebih rinci “harus menunggu sampai nanti, sebab pengukuran di sana masih sangat berbahaya; setidaknya, saya tidak akan suka menerima tanggung jawab mengirimkan seorang surveyor.”
            Namun, Krakatau tidak pernah bisa dipetakan lagi. Pada 27 Agustus 1883, pulau ini meledak dan hancur berkeping-keping. Peta Pulau Krakatau yang dibuat Ferzenaar adalah yang terakhir yang pernah dibuat.
            Ledakan berkekuatan 21.574 kali bom atom (De Neve, 1984) itu tak hanya menghancurkan tubuh Pulau Krakatau. Kehancuran juga melanda pesisir Banten dan Lampung. Gelombang awan panas dan tsunami melanda, menghancurkan desa-desa di pesisir Banten dan Lampung, serta menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
            Kengerian itu digambarkan oleh Muhammad Saleh dalam Syair Lampung Karam, satu-satunya laporan pandangan mata yang dibuat pribumi tentang letusan Krakatau. Muhammad Saleh lewat bait syairnya menggambarkan di atas langit terlihat seperti bunga api beterbangan seperti bahala yang diturunkan Tuhan dan membuat hati takut bukan kepalang. Kegelapan menyelimuti, guncangan gempa tiada henti, dan datang gelombang menghanyutkan. “Besar gelombang tidak terperi, lalulah masuk ke dalam negeri, berlarian orang ke sana kemari…,” tulis Muhammad Saleh.
            Petaka Krakatau itu menambah derita rakyat yang beratus tahun disengsarakan ekonomi kolonial dan priyayi pribumi yang mengisap. “Tak disangsikan lagi bahwa wabah penyakit ternak dan wabah demam, serta kelaparan yang diakibatkannya, dan letusan Gunung Krakatau yang menyusul, telah menjadi pukulan hebat bagi penduduk,” tulis Sartono Kartodirdjo, dalam buku Pemberontakan Petani di Banten 1888.
            Menurut sejarawan terkemuka ini, “… letusan Gunung Krakatau menyebabkan luas tanah yang tidak dapat digarap menjadi lebih besar lagi, terutama di bagian barat afdeling Caringin dan Anyer.” Kondisi kesengsaraan yang kemudian bertemu dengan gerakan sosial-keagamaan ini menjadi pemantik kesadaran rakyat untuk melawan Belanda, yang dianggap sebagai pendosa dan biang dari segala kesengsaraan itu.
            Dua bulan setelah letusan Krakatau, kerusuhan pecah di Serang. Seorang serdadu Belanda ditikam, pelakunya kabur di tengah keramaian. Kejadian berulang sebulan kemudian. Serentetan perlawanan terhadap Belanda terus dilakukan hingga pada Juli 1888 muncullah pemberontakan petani Banten.
Penemuan Telegram Kabarkan Dahsyatnya Letusan Krakatau
            Tsunami yang menyebar luas ke berbagai penjuru dunia pada 27 Agustus 1883 juga terdeteksi dengan cepat bahwa sumbernya Krakatau. Sepanjang tanggal 27 Agustus dan sehari setelahnya, telegram dari Batavia (Jakarta), 160 km dari Krakatau yang berkali-kali dikirim ke Singapura. Dari sana kabar kemudian menyebar jauh hingga ke Inggris.
Bunyi telegram menyebutkan kepanikan suasana di Jakarta waktu itu. “Batavia saat ini hampir gelap gulita lampu gas menyala sepanjang malam tak dapat berkomunikasi dengan Anjer (Anyer), beberapa jembatan hancur, sungai-sungai meluap karena gelombang laut yang menuju daratan,” demikian isi telegram yang dikirim pada sore hari, 27 Agustus.
            Kemudian, pukul 11.00 pada 28 Agustus, sebuah telegram kembali diterima di Singapura, “Anjer, Tjeringin, dan Telok Beting hancur lebur.” Setengah jam kemudian kabar buruk kembali dikirim, “Mercusuar di Selat Sunda menghilang.”
            Berikutnya, telegram itu mengirim informasi lebih detail tentang gelombang laut setinggi 40 meter yang menghanyutkan terumbu karang seberat 600 ton ke daratan Anyer. Disebutkan, sedikitnya 36.417 orang tewas, sebagian besar karena gelombang tsunami, dan 165 desa hancur.
            Berita yang cepat menyebar itu tak membuat warga Australia bagian selatan, Perth, Colombo, dan Rodriguez (sejauh 4.800 km), harus lama bertanya-tanya tentang suara gelegar letusan yang terdengar dari rumah mereka pada 27 Agustus. Demikian halnya warga dunia menjadi cepat tahu bahwa tsunami yang melanda pantai Sri Lanka dan perubahan tinggi permukaan air laut di Selandia Baru, Alaska dan Saluran Inggris pada hari itu adalah dampak Krakatau.
http://indocropcircles.files.wordpress.com/2011/12/naskah-kitab-raja-purwa-disimpan-di-bagian-naskah-kuno-perpustakaan-nasional-salemba-jakarta.jpg?w=325&h=246
Naskah Kitab Raja Purwa disimpan di bagian naskah kuno, Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta
            Para meteorolog dunia juga dengan cepat menghubungkan bahwa cuaca dingin yang terjadi sepanjang tahun 1883 hingga paruh pertama 1884 adalah berkat letusan Krakatau.
Awan dari abu vulkanik naik ke atas mencapai ketinggian 50-80 km dan mengitari bumi dengan kecepatan jet beberapa kali.
            Suhu udara menjadi lebih dingin akibat sinar matahari terhalang abu vulkanik lebih dari satu tahun lamanya di beberapa wilayah bumi.
            Volume material yang dikeluarkan diperkirakan sekitar 18-21 kilometer kubik yang terdiri dari 9-10 kilometer kubik batu-batu berat.
            Letusan Krakatau merupakan bencana besar pertama di dunia yang terjadi setelah jaringan kabel telegraf menyambung di seluruh dunia. Dua belas tahun sejak Samuel Morse pada 24 Mei 1844 mengirimkan pesan pertama dari gedung Mahkamah Agung di Washington kepada koleganya Alfred Vail, di Baltimore, telegram sudah disambung ke istana besar di Buitenzorg ke kantor-kantor di Batavia. Jawa kemudian terhubung ke dunia internasional sejak 1859, melalui Singapura, sehingga berita letusan Krakatau bisa dengan cepat menyebar luas.